Monday, February 18, 2008

Sebuah Kisah Kasih Yesus..

Sebuah Kisah Kasih Yesus

Suatu hari, aku bangun dini hari untuk menyaksikan sang Suria terbit. Dan keindahan karya ciptaan Tuhan sungguh tak terlukiskan. Sementara aku mengaguminya, aku memuliakan Tuhan oleh karena karya-Nya yang mempesona. Sementara aku duduk di sana, aku merasakan kehadiran Allah dalam diriku.

Ia bertanya kepadaku,

“Apakah engkau mengasihi Aku?”

Aku menjawab, “Tentu saja Tuhan! Engkaulah Allah dan Juruselamat-ku!”

Kemudian Ia bertanya,

“Seandainya engkau cacat jasmani, apakah engkau akan tetap mengasihi Aku?”

Aku terpana. Aku memandangi tanganku, kakiku dan seluruh bagian tubuhku yang lain sambil memikirkan betapa banyak pekerjaan yang tidak akan dapat aku lakukan, pekerjaan-pekerjaan yang selama ini aku anggap biasa. Dan aku menjawab, “Akan sangat berat Tuhan, tetapi aku akan tetap mengasihi Engkau.”

Kemudian Tuhan berkata,

“Seandainya engkau buta, apakah engkau akan tetap mengagumi ciptaan-Ku?” Bagaimana aku dapat mengagumi sesuatu tanpa dapat melihatnya? Kemudian pikiranku melayang kepada orang-orang buta di muka bumi ini dan betapa banyak di antara mereka yang mengasihi Tuhan dan mengagumi ciptaan-Nya. Jadi aku menjawab, “Sulit dibayangkan Tuhan, tetapi aku akan tetap mengasihi Engkau.”

Kemudian Tuhan bertanya kepadaku,

“Seandainya engkau tuli, apakah engkau akan tetap mendengarkan firman-Ku?”

Bagaimana aku dapat mendengar jika aku tuli? Aku tersadar, mendengarkan Firman Tuhan tidak hanya dengan telinga, tetapi dengan hati. Maka aku menjawab, “Akan sangat berat, Tuhan, tetapi aku akan tetap mendengarkan firman-Mu.”

Kemudian Tuhan bertanya,

“Seandainya engkau bisu, apakah engkau akan tetap memuliakan Nama-Ku?”

Bagaimana aku dapat memuji tanpa bersuara? Lalu menjadi jelas bagiku: Tuhan menghendaki kita menyanyi dari kedalaman hati dan jiwa kita. Tidak jadi soal apakah suara kita terdengar sumbang. Dan memuliakan Tuhan tidak selalu dengan nyanyian, tetapi dengan berbuat baik kita menyampaikan pujian kepada Tuhan dengan ucapan syukur. Jadi aku menjawab, “Meskipun aku tidak dapat melantunkan nyanyian pujian, aku akan tetap memuliakan Nama-Mu.”

Dan Tuhan bertanya, “Apakah engkau sungguh mengasihi Aku?”

Dengan tegas dan penuh keyakinan, aku menjawab lantang, “Ya Tuhan! Aku mengasihi Engkau karena Engkaulah satu-satunya Allah yang Benar.”

Aku pikir aku telah menjawab dengan benar, tetapi ….

Tuhan bertanya, “JIKA DEMIKIAN, MENGAPA ENGKAU BERDOSA?”

Aku menjawab, “Karena aku hanyalah seorang manusia yang tidak sempurna.”

“JIKA DEMIKIAN, MENGAPA PADA SAAT SUKA ENGKAU MENYIMPANG JAUH?

MENGAPA HANYA PADA SAAT DUKA SAJA ENGKAU BERDOA DENGAN KHUSUK?"

Tidak ada jawaban. Hanya air mata.

Tuhan melanjutkan:

“Mengapa melantunkan pujian hanya di gereja dan di tempat-tempat retret?

Mengapa datang kepada-ku hanya pada saat doa?

Mengapa meminta dengan demikian egois?

Mengapa tidak setia?”

Air mata mengalir jatuh di pipiku.

“Mengapa engkau malu akan Aku?

Mengapa engkau tidak mewartakan Kabar Sukacita?

Mengapa pada saat aniaya engkau berpaling kepada yang lain sementara Aku menyediakan punggung-Ku untuk memikul bebanmu?

Mengapa mengajukan alasan-alasan ketika Aku memberimu kesempatan untuk melayani dalam Nama-Ku?”

Aku berusaha menjawab, tetapi tidak ada jawab yang keluar.

“Engkau dikaruniai hidup. Aku menciptakan engkau, jangan sia-siakan hidupmu.

Aku memberkati engkau dengan talenta-talenta untuk melayani Aku, tetapi engkau senantiasa menghindar.

Aku telah menyingkapkan rahasia Firman-Ku kepadamu, tetapi pengetahuanmu tidak bertambah.

Aku berbicara kepadamu, tetapi telingamu tertutup rapat.

Aku menunjukkan belas kasih-Ku kepadamu, tetapi matamu tidak melihat.

Aku mengirimkan penolong-penolong bagimu, tetapi engkau duduk berpangku tangan sementara mereka engkau singkirkan.

Aku mendengarkan doa-doamu dan Aku telah menjawab semuanya.”

“APAKAH ENGKAU SUNGGUH MENGASIHI AKU?”

Aku tidak mampu menjawab. Bagaimana mungkin? Aku amat malu.

Aku tidak punya penjelasan. Apa yang dapat aku katakan?

Ketika hatiku menjerit dan air mata telah membanjir, aku berkata,

“Ampuni aku, Tuhan. Aku tidak layak menjadi anak-Mu.”

Tuhan menjawab, “Itu Rahmat, Anak-Ku.”

Aku bertanya, “Jika demikian, mengapa Engkau terus-menerus mengampuni aku? Mengapa Engkau demikian mengasihi aku?”

Tuhan menjawab, “Karena engkau adalah Ciptaan-Ku. Engkau adalah Anak-Ku. Aku tidak akan meninggalkan engkau.”

Jika engkau menangis, hati-Ku hancur dan Aku akan menangis bersamamu.

Jika engkau bersorak kegirangan, Aku akan tertawa bersamamu.

Jika engkau putus asa, Aku akan menyemangatimu.

Jika engkau jatuh, aku akan mengangkatmu.

Jika engkau lelah, Aku akan menggendongmu.

Aku akan menyertaimu sampai akhir jaman, dan Aku akan selalu mengasihimu selamanya.”

Belum pernah aku menangis sedemikian pilu sebelumnya.

Bagaimana mungkin aku bersikap dingin dan beku selama ini?

Bagaimana mungkin aku melukai hati-Nya dengan segala kelakuanku? Aku bertanya kepada Tuhan, “Berapa besar Engkau mengasihi aku, Tuhan?”

Tuhan merentangkan kedua belah tangan-Nya, dan aku melihat tangan-Nya yang berlubang tertembus paku.

Aku bersimpuh di kaki Kristus, Juruselamat-ku.

Dan untuk pertama kalinya aku berdoa dengan segenap hati.

Doa Malam (diinterupsi oleh Yesus)

Doa Malam( Interupi oleh Tuhan)

Bapa di surga …

Ya?

Jangan menyela. Aku sedang berdoa.

Tapi kamu memanggil-Ku.

Memanggil-Mu? Aku tidak memanggil-Mu. Aku sedang berdoa.

Bapa di surga….

Nah, ya'kan, kamu melakukannya lagi.

Melakukan apa?

Memanggil-Ku. Kamu bilang, “Bapa di surga.” Aku di sini. Apa yang ada dalam benakmu?

Lho, aku tidak bermaksud apa-apa, kok. Aku ini'kan cuma sekedar mengucapkan doa malamku. Aku selalu berdoa sebelum tidur. Itu merupakan kewajibanku.

Oh, baiklah. Teruskan.

Aku mengucap syukur atas segala berkat-Mu…..

Sebentar. Berapa besar rasa syukurmu?

Apa?

Berapa besar rasa syukurmu atas segala berkat-Ku?

Aku…yah…aku tidak tahu. Aku tidak peduli. Bukankah itu memang bagian dari doa? Begitulah mereka mengajarku berdoa.

Oh, baiklah. Teruskan…

Teruskan?

Ya, teruskan doamu.

Oh, ya. Berkatilah mereka yang sakit, yang miskin dan yang menderita …

Apakah kamu bersungguh-sungguh?

Ya, tentu saja.

Apa yang telah kamu lakukan untuk itu?

Lakukan? Siapa, aku? Tidak ada, kurasa. Aku hanya berpikir bahwa semua akan menjadi baik jika Engkau yang berkuasa atas segala sesuatu di sini seperti Engkau berkuasa di atas sana, jadi manusia tidak perlu lagi menderita.

Apakah Aku berkuasa atasmu?

Hmmm, aku pergi ke gereja, aku memberi kolekte, aku tidak…

Bukan itu yang Aku minta. Bagaimana dengan tingkah lakumu? Teman-temanmu dan juga keluargamu menderita karena ulahmu. Juga caramu memboroskan uang…semuanya hanya untuk kepentingan dirimu sendiri saja. Dan bagaimana dengan buku-buku yang kamu baca?

Berhentilah mencelaku. Aku ini sama baiknya dengan orang-orang lain yang pergi ke gereja setiap hari Minggu.

Ah, maaf. Aku pikir engkau meminta-Ku untuk memberkati mereka yang berkekurangan. Agar hal itu terjadi, Aku perlu bantuan dari mereka yang memintanya……seperti kamu misalnya.

Tolong, Bapa. Aku perlu menyelesaikan doaku. Ini sudah jauh lebih lama dari biasanya.

Berkatilah para misionarismu agar mereka dapat menolong orang-orang yang menderita.

Maksudmu orang-orang seperti Dion?

Dion?

Ya, anak yang tinggal di ujung jalan itu.

Dion … tapi dia itu suka merokok dan mabuk-mabukan, dan tidak pernah pergi ke gereja.

Pernahkah kamu melihat ke dalam hatinya?

Tentu saja tidak. Bagaimana mungkin…

Aku melihatnya. Hatinya adalah salah satu dari hati yang paling pedih dan menderita.

Baiklah, kiranya Engkau mengutus misionaris-Mu ke sana, ya Tuhan.

Bukankah kamu yang harus menjadi misionaris-Ku, utusan-Ku? Aku rasa Aku telah menyatakannya dengan amat jelas dalam setiap Misa.

Hei, sebentar. Apa-apaan ini. Apakah ini hari “Pengkritikan-ku"? Aku ini sedang melakukan kewajibanku, melaksanakan perintah-Mu untuk berdoa. Dan tiba-tiba saja Engkau menyerobot masuk dan mulai membeberkan semua kesalahanku.

Ah, kamu memanggil-Ku. Jadi, Aku di sini. Teruskan doamu. Aku tertarik dengan bagian selanjutnya. Kamu belum mengubah susunan doamu'kan? Ayo...

Aku tidak mau.

Kenapa tidak mau?

Aku tahu apa yang akan Engkau katakan.

Ayo, coba dan lihatlah.

Ampunilah segala dosaku … dan bantulah aku untuk mengampuni sesamaku.

Bagaimana dengan Billy?

Nah, betul'kan. Sudah kuduga. Aku tahu Engkau akan mengungkit-ungkit masalah itu. Dengar Tuhan, ia berbohong tentang aku sehingga aku dikucilkan. Semua temanku menyangka bahwa aku ini seorang pembohong besar, padahal aku tidak melakukan apa-apa. Lihat saja, akan kubalas dia!

Tetapi, doamu? Bagaimana dengan doamu?

Aku tidak bersungguh-sungguh.

Baiklah, setidak-tidaknya kamu berkata jujur. Aku pikir kamu memang senang membawa dendammu itu kemana-mana, ya'kan?

Tidak, aku tidak suka. Tetapi aku akan segera merasa puas begitu dendamku itu terbalaskan.

Kamu mau tahu suatu rahasia?

Rahasia apa?

Kamu tidak akan merasa puas, malahan akan semakin parah. Dengarkan Aku, kamu mengampuni Billy dan Aku akan mengampunimu.

Tapi Tuhan, aku tidak dapat mengampuni Billy.

Kalau begitu, Aku juga tidak dapat mengampunimu.

Sungguh, apa pun yang terjadi?

Sungguh, apa pun yang terjadi.

Ah, kamu belum selesai dengan doamu. Teruskanlah.

Oh, ya …bantulah aku untuk menguasai diriku dan jauhkanlah aku dari pencobaan.

Bagus, bagus. Aku akan melakukannya. Tetapi kamu sendiri, jauhilah tempat-tempat di mana kamu dapat dengan mudah dicobai.

Apa maksud-Mu, Tuhan?

Berhentilah berkeliaran di rak-rak majalah dan menghabiskan waktumu di sana. Sebagian dari yang ditawarkan di sana, cepat atau lambat akan mempengaruhimu. Tiba-tiba saja kamu akan sudah terjerumus dalam hal-hal yang mengerikan … dan jika itu terjadi, jangan memperalat-Ku sebagai pintu keluar darurat.

Pintu keluar darurat? Aku tidak mengerti.

Tentu kamu mengerti. Kamu telah melakukannya berulang kali… kamu terjerumus dalam situasi gawat, kemudian kamu datang kepada-Ku. “Tuhan, bantulah aku untuk keluar dari masalah ini dan aku berjanji tidak akan melakukannya lagi.” Sungguh mengherankan, kekhusukan dan kesungguhan doamu meningkat drastis apabila kamu ditimpa masalah. Ingatkah kamu sebagian dari tawar-menawar yang kamu coba lakukan dengan-Ku?

Hmmm, aku tidak….Oh ya,….ketika guruku memergokiku menonton film tentang….Astaga!

Ingatkah kamu bagaimana kamu berdoa? “Ya Tuhan. Jangan biarkan dia melaporkannya pada ibuku. Aku berjanji mulai sekarang tidak akan lagi menonton film tujuh belas tahun ke atas.” Dia tidak melaporkannya kepada ibumu, tetapi kamu tidak menepati janjimu, ya'kan?

Tuhan, aku melanggar janjiku. Aku sungguh menyesal.

Baik, lanjutkan doamu.

Sebentar, Bapa. Aku ingin bertanya sesuatu kepada-Mu. Apakah Engkau selalu mendengarkan doa-doaku?

Ya, setiap kata; setiap saat.

Kalau begitu, mengapa Engkau tidak pernah menjawabku sebelumnya?

Berapa banyakkah kesempatan yang kamu berikan pada-Ku? Tidak ada cukup waktu antara kata “Amin”-mu dan kepalamu menumbuk bantal. Bagaimana Aku dapat menjawabmu?

Engkau dapat, jika saja Engkau sungguh menghendakinya.

Tidak. Aku dapat hanya jika “kamu” sungguh menghendakinya.

Anak-Ku, Aku selalu rindu untuk berbicara denganmu.

Bapa, maafkan aku. Maukah Engkau mengampuniku?

Sudah kuampuni. Dan terima kasih, sudah mengijinkan Aku menginterupsimu. Kadang-kadang Aku begitu rindu untuk dapat berbicara denganmu.

Selamat malam. Aku mengasihimu.

Selamat malam, Bapa. Aku mengasihi-Mu juga.

Saya adalah Pendosa

Saya Pendosa,
Kita idak akan lari daripada dosa –dosa dunia, Seperti saya, dala keadaan tidak sedar, saya sentiasa melakuka dosa. Sebenarnya godaan untuk menjadi pendosa adalah amat kuat sehingga kita tidak dapat menahan diri kita. Baru-baru ini, saya telah mengikuti retret, harapan saya adalah agar saya dapat mengubah sedikit diri saya Namun, keadaan adalah sebaliknya. Kesedaran itu hanyalah dalam masa yang singkat sahaja. Selepas beberapa hari, saya mula kembali kepada dosa-dosa yang bolaeh dikatakan sebagai dosa besar. Saya tidak sanggup, kerana bukan sahaja saya yang menanggung dosa ini, malah turut juga membabitkan seseorang. Aduh! Berat untuk saya menahan semua godaan ini. Saya yang sepatutnya ingin mengubah dia, saya pula yang membawa dia ke dalam dosa. Saya susah untuk mengawal diri saya. Saya pun tidak tahu bagaimana caranya untuk mengawal diri saya. Patutkah saya menjauhkan diri, patutkah saya menghilangkan diri buat sementara waktu, itu menadi pertanyaan dalam hati saya. Apa yang perlu saya lakukan, ? sebenarnya, saya inginkan seorang kawan yang benar-benar boleh dipercayai untuk saya meluahkan semua ini. Selagi saya tidak luahkan semua ini, selagi itulah saya sentiasa tertekan dan masuk dalam alam dosa. Saya ingin mencari suatu tempat yang saya boleh menenangkan fikiran saya kerana pada masa ini, saya benar benar keliru..Tuhan, bantulah saya…Amen…

Adakah Saya mempunyai Panggilan?

Adakah Saya mempunyai Panggilan?

Selalu sahaja saya memikirkan , Bagaimanakah kehidupan sebagi seorang golongan religius? Setiap kali saya ke gereja, saya amat teruja dengan para paderi yag memerikan Misa. Saya amat kagum, Hati saya sungguh bersyukur pada tuhan , walaupun mereka juga mempunyai keinginan seperti manusia biasa di dunia , namun kesanggupan mereka untuk berjorba untuk melayani dengan lebih mendalam di lading tuhan membuatkan saya terasa amat kagum.

Suatu masa dulu, saya juga mempuyai perasaan yang tinggi untuk melayani di lading tuhan sepertimereka. Perasaan itu teramat kuat, seperti Yesus sedang memanggil saya. Dan saya sentiasa rasa terpanggil. Saya pernah meluahkan hasrat saya terutamanya kepada kawan2 saya, dan sokongan penuh mereka berikan. Saya amat gembira sekali. Saya juga menyatakan hasrat saya kepada ibu bapa saya, namun sebaliknya, mereka menghalang. Walaupu ada yang menyatakan agar saya tida menghiraukan kata-kata ibubapa, namun, kuasa ibu bapa adalah yang terbesar bagi saya. Saya adalah seorang pendosa jika saya melukai hati mereka. Saya tidak sanggup untuk berbuat demikian. Jadi, saya terpaksa menahan dahulu terhadap perasaan panggilan dalam diri ini. Biar lah hanya tuhan yang menentukan samada saya benar-benar mempunyai panggilan ataupun tidak, Kerana jika Tuhan telah merencanakan demikian, maka, demikian lah yang akan dijadikan.

Shallom,

Bossing

Tuesday, February 12, 2008

Gambar Retret...from Mr Ony..

Gambar di grotto
me and Hail Mary
Smart angel kan..tengok lah sepa ambil...
ni pun smart juga..Thanks Ony
Ony and Bossing

Retret Hidup Baru Dalam Roh 2008..


8,9,10 Februari..., Saya bersama dengan rombongan CSGUMS telah pergi ke Pertapaan Karmel Tambunan untuk Retret Hidup Baru Dalam Roh...Saya memang ingin ke sana kerana sebagai manusia biasa, kita tidak lari daripada dosa. Oleh itu, saya luangkan 3 hari tersebut untuk mencari Jesus. Selama 3 hari disana, Hati rasa tenang. Kehadiran Yesus benar-benar membuatkan saya sedar akan diri saya yang memang manusia yang sekecil debu yang telah berdosa.

Yesus, kini saya sedar..bertapa berat hati ini untuk meningalkan mu, Yesus, engkaulah sahabat setia, dikala berduka dan bersuka, kau tetap hadir, dikala memerlukan teman, Engkau memberikan Teman...diala susah,..Engkau menolong ku..Betapa tinggi Cinta Kasih Engkau terhadap diri ini

Yesus, Guna lah diri ini, Jadikan diri ini seorang insan yang berguna, biarlah pelayanan ku sempurna di ladang mu...pandulah hidupku seuai dengan rencana mu....

"KERINDUANKU, BERADA DEKAT-MU TUHAN
KEINGINANKU, S'LALU SENANGKAN HATI-MU
TAK PERNAH KUBAYANGKAN HIDUPKU TANPA-MU
YANG MENJADI HASRATKU, MENYANYIKAN PUJIAN BAGI-MU

AKU MENYEMBAH-MU, YESUSKU
YANG ADA DI TAHTA MULIA
AKU MEMUJI-MU DENGAN SEG'NAP HATIKU
KU MENYEMBAH-MU SELALU
TAK INGIN KU PERGI MENJAUH DARI-MU YESUSKU"


BCOZ OF JESUS, THE BEST IS YET TO COME

LIHATLAH BINTANG DI SEMESTA
BINTANG YANG BERSINAR BAGI KITA
WAKTU YANG TELAH DIBERIKAN
SANGATLAH BERHARGA JANGANLAH SIAKAN

S'BAB KAU-LAH YANG KU DAMBA
DAN KAULAH S'GALANYA

NOW I RUN
AND SET MY EYES ON YOU
I LAY MY LIFE AT YOUR FEET
MY HEART AND MY PLANS
AND MY FUTURE'S IN YOUR HANDS
NOW MY SOUL
RESTS LIKE THE STARS ABOVE
FOR I KNOW THAT THE BEST IS YET TO COME


Kenapa Berpuasa sebelum menyambut komuni misa Kudus?

Kitab Hukum Kanonik no. 919 menyatakan, “Yang hendak sambut Ekaristi mahakudus hendaknya berpantang dari segala macam makanan dan minuman selama waktu sekurang-kurangnya satu jam, terkecuali air semata-mata dan obat-obatan.” Sesungguhnya, peraturan ini merupakan refleksi dari tradisi kuno dalam Gereja kita, yang bahkan berasal dari tradisi Yahudi. Dalam Kisah Para Rasul 13:2, kita mendapati bukti tentang hal berpuasa sehubungan dengan liturgi. Praktek puasa yang lebih teratur sebelum menyambut Komuni Kudus muncul dalam Gereja setelah disahkannya kekristenan pada tahun 313. St. Agustinus menegaskan mengenai adanya praktek puasa ini dalam tulisan-tulisannya.

Tentu saja, ketentuan-ketentuan puasa mengalami perubahan dan perkembangan seiring berjalannya waktu. Sebelum tahun 1964, puasa untuk menyambut Komuni Kudus dimulai tengah malam. Paus Paulus VI, pada tanggal 21 November 1964, mengurangi tenggang waktu puasa hingga satu jam saja.

Dalam peraturan ini terdapat dua pengecualian: Pertama, jika seorang imam merayakan lebih dari satu Misa pada hari yang sama, seperti yang biasa terjadi pada hari Minggu, imam hanya terikat satu jam puasa sebelum Misa yang pertama. Imam diperbolehkan makan dan minum sesuatu untuk menjaga staminanya di antara Misa yang akan dipersembahkannya, meskipun tidak penuh satu jam puasa sebelum ia menyambut Komuni Kudus berikutnya.

Kedua, mereka yang lanjut usia (usia 60 tahun ke atas) atau sakit, maupun mereka yang merawatnya, dapat menyambut Komuni Kudus meskipun dalam waktu satu jam sebelumnya telah makan sesuatu. Misalnya, mereka yang di rumah sakit dan tidak dapat mengatur jadwal mereka sendiri dan sedang makan atau baru saja selesai makan ketika dikunjungi oleh imam atau pelayan komuni kudus. Oleh sebab itu, jangka waktu puasa sebelum menyambut Komuni Kudus dikurangi hingga “kurang lebih seperempat jam” bagi mereka yang sakit di rumah atau pun di rumah sakit, mereka yang lanjut usia yang dirawat di rumah atau pun di panti werdha, dan mereka yang merawat orang-orang tersebut dan tak mungkin sempat memperhatikan waktu puasa mereka sendiri (“Immensae Caritatis,” 1973).

Inti dari pertanyaan di atas adalah mengapa kita wajib berpuasa? St. Paulus mengingatkan kita, “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.” (II Kor 4:10). Kita pun wajib mengubah seluruh hidup kita - tubuh dan jiwa - serupa dengan Kristus. Proses mengubah diri ini menyangkut matiraga - termasuk matiraga jasmani seperti berpuasa - demi dihapusnya dosa-dosa dan kelemahan-kelemahan kita; dengan demikian matiraga tersebut akan memperkuat serta menyembuhkan kita. Paus Paulus VI dalam konstitusi apostoliknya “Paenitemini” (1966) mendorong umat beriman dengan mengatakan, “Matiraga bertujuan untuk `memerdekakan' manusia, yang seringkali mendapati dirinya, karena kecenderungannya akan dosa, hampir terbelenggu oleh nafsu-nafsunya sendiri. Melalui `matiraga jasmani' manusia memperoleh kembali kekuatannya dan luka-luka yang timbul akibat sifat dasar manusia karena kurangnya penguasaan diri disembuhkan oleh obat pantang yang bermanfaat.”

Lagipula, berpuasa sebelum menyambut Komuni Kudus membangkitkan rasa lapar dan haus jasmani akan Kristus, yang akan semakin membangkitkan rasa lapar dan haus rohani yang sepantasnya kita miliki. Dalam Perjanjian Lama, puasa mempersiapkan orang untuk menerima kehadiran Allah dan berada di hadirat-Nya. Sebagai contoh, Musa (Kel 34:28) berpuasa empat puluh hari empat puluh malam lamanya di atas gunung Sinai sementara ia menuliskan Kesepuluh Perintah Allah. Elia (I Raj 19:8) berpuasa empat puluh hari empat puluh malam lamanya sementara ia berjalan ke gunung Allah, yakni gunung Horeb. Yesus Sendiri berpuasa empat puluh hari empat puluh malam lamanya sementara Ia mempersiapkan Diri memulai pewartaan-Nya di hadapan orang banyak (Mat 4:1 dst). Yesus juga menganjurkan kita untuk berpuasa (Mat 6:16-18).

Demikianlah usaha jasmani ini memurnikan kehendak baik rohani yang kita butuhkan dalam menyambut Kristus dalam Sakramen Ekaristi. Kita berpuasa untuk tidak “merusakkan selera kita” melainkan meningkatkannya sementara kita ikut ambil bagian dalam perjamuan paskah. Dalam sabda bahagia Yesus bersabda, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan” (Mat 5:6). Pada akhirnya, berpuasa merupakan latihan kerendahan hati, pengharapan dan kasih - kebajikan-kebajikan pokok yang kita butuhkan dalam mempersiapkan diri menyambut Ekaristi Kudus.

Namun demikian, peraturan ini tidak berarti bahwa kita harus berhati-hati secara berlebihan dan menghitung-hitung setiap detik. Saya teringat ketika sedang merayakan Misa bersama seorang imam yang baru saja makan setengah jam sebelum perayaan Misa. Ia sangat khawatir bahwa ia tidak akan dapat memenuhi satu jam masa puasa sebelum menyambut Komuni Kudus. Ia menyetel jamnya untuk waktu satu jam, melambungkan doa-doa, dan tetap berdiri di altar sementara saya membagikan Komuni Kudus kepada umat seluruhnya hingga selesai, dan ia menanti menit-menit berlalu. Kita tidak hendak bersikap teledor dan sembrono, tetapi kita juga tidak hendak bersikap hati-hati secara berlebihan. Jika masih ragu-ragu, coba pikirkan akan kebajikan menyambut Komuni Kudus yang melampaui nilai “satu jam waktu puasa”.

Jangan teledor dan sembrono. Paus Yohanes Paulus II dalam “Dominicae Cenae” (1980) menyesali timbulnya masalah karena sebagian orang tidak mempersiapkan diri secara pantas untuk menyambut Komuni Kudus, bahkan dalam keadaan dosa berat. Bapa Suci mengatakan, “Sesungguhnya, yang seringkali didapati ialah sangat kurangnya perasaan tidak layak diri sebagai akibat dari kurangnya hasrat hati, jika dapat dikatakan, kurangnya rasa `lapar' dan `haus' akan ekaristi, yang juga merupakan tanda akan kurangnya kepekaan yang pantas terhadap sakramen kasih yang luar biasa ini dan kurangnya pemahaman tentangnya.” Wajiblah kita mengusahakan persiapan iman sebaik-baiknya dalam mempersiapkan diri menyambut Kristus secara pantas.

Oleh sebab itu, berpuasa sebelum menyambut Ekaristi membantu kita dalam mempersiapkan diri menyambut Komuni Kudus secara keseluruhan - tubuh dan jiwa. Matiraga jasmani ini memperkuat fokus rohani kita kepada Kristus, sehingga kita dapat dengan rendah hati bersatu dengan Juruselamat ilahi yang menawarkan Diri-Nya Sendiri bagi kita.

Kehadiran Nyata Yesus Kristus


Tuhan Yesus, pada malam sebelum sengsara-Nya disalib, mengadakan perjamuan terakhir bersama para murid-Nya. Dalam perjamuan itu, Penyelamat kita menetapkan sakramen Tubuh dan Darah-Nya. Ia melakukannya untuk mengabadikan Kurban Salib untuk selamanya serta mempercayakan kepada Gereja, Mempelai-Nya, kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya. Seperti yang dinyatakan dalam Injil Matius:

Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.” Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mat 26:26-28; bdk Mrk 14:22-24, Luk 22:17-20, 1 Kor 11:23-25)

Berpegang pada perkataan Yesus itu, Gereja Katolik mengakui bahwa dalam perayaan Ekaristi, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus dan dengan pelayanan imam. Yesus mengatakan: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia … Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.” (Yoh 6:51-55). Kehadiran secara utuh: Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allahan-Nya, dalam rupa roti dan anggur - Kristus yang mulia, yang bangkit dari antara orang mati setelah wafat untuk menebus dosa-dosa kita. Inilah yang dimaksudkan Gereja dengan “Kehadiran Nyata” Kristus dalam Ekaristi. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi disebut “nyata”, bukan berarti kehadiran-Nya dalam cara-cara lain seakan-akan dianggap tidak nyata (bdk Katekismus no. 1374). Kristus yang bangkit hadir dalam Gereja-Nya dengan berbagai macam cara, tetapi secara paling khas melalui Tubuh dan Darah-Nya dalam Perayaan Ekaristi.

Apakah artinya Yesus Kristus hadir dalam Ekaristi dalam rupa anggur dan roti? Bagaimana hal itu dapat terjadi? Kehadiran Kristus yang bangkit dalam Ekaristi merupakan misteri yang tak terjangkau yang tak akan pernah dapat dijelaskan secara sempurna dengan kata-kata oleh Gereja. Kita patut ingat bahwa Allah Tritunggal adalah pencipta dari segala yang ada dan memiliki kuasa untuk melakukan lebih dari apa yang dapat kita bayangkan. Seperti dikatakan oleh St. Ambrosius: “Bukankah Kristus, yang dapat menciptakan yang belum ada dari ketidakadaan, dapat mengubah yang ada ke dalam sesuatu, yang sebelumnya tidak ada?” (De Sacramentis, IV, 5-16). Tuhan menciptakan dunia dengan tujuan untuk membagi kehidupan-Nya dengan manusia yang bukanlah Tuhan. Rencana agung karya keselamatan ini mengungkapkan suatu kebijaksanaan yang melampaui pengertian kita. Tetapi kita tidak dibiarkan dalam ketidaktahuan: oleh karena kasih-Nya kepada kita, Tuhan mengungkapkan kebenaran-Nya kepada kita dengan cara-cara yang dapat kita mengerti melalui karunia iman dan rahmat Roh Kudus yang tinggal dalam kita. Dengan demikian, kita dijadikan mampu untuk memahami, setidak-tidaknya dalam batas-batas tertentu hal-hal yang jika tak dinyatakan-Nya tak terpahami oleh kita, sekalipun kita tidak akan pernah dapat memahami sepenuhnya misteri Allah.

Sebagai penerus para Rasul dan gembala Gereja, para uskup mempunyai tanggung jawab untuk mewariskan apa yang telah dinyatakan Tuhan kepada kita serta menyemangati segenap anggota Gereja untuk memperdalam pemahaman mereka akan misteri dan karunia Ekaristi. Guna membantu memperdalam iman itulah, maka kami mempersiapkan tulisan ini untuk menjawab kelima belas pertanyaan yang biasa diajukan sehubungan dengan Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi. Kami menawarkan tulisan ini kepada para pastor dan para pengajar agama guna membantu mereka dalam tugas dan tanggung jawab mereka dalam mengajar. Kami menyadari bahwa sebagian dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini menyangkut pemahaman teologi yang agak rumit. Namun demikian, harapan kami agar pembahasan serta diskusi dari tulisan ini akan membantu banyak umat Katolik di negeri kita dalam memperkaya pemahaman mereka akan misteri iman.

1. Mengapa Yesus memberikan Diri-Nya Sendiri kepada kita sebagai makanan dan minuman?

Yesus memberikan Diri-Nya Sendiri kepada kita dalam Ekaristi sebagai santapan rohani oleh karena Ia mengasihi kita. Seluruh rencana Tuhan bagi keselamatan kita ditujukan pada keikutsertaan kita dalam kehidupan Tritunggal, yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus. Awal keikutsertaan kita dalam kehidupan Ilahi dimulai sejak kita menerima Sakramen Baptis, yaitu ketika dengan kuasa Roh Kudus kita dipersatukan dengan Kristus, dan dengan demikian kita diangkat menjadi anak-anak Allah. Kemudian, keikutsertaan itu dikuatkan serta diperteguh dengan Sakramen Penguatan. Selanjutnya dipelihara serta diperdalam melalui keikutsertaan kita dalam Sakramen Ekaristi. Dengan menyantap Tubuh dan meminum Darah Kristus dalam Ekaristi, kita dipersatukan dengan pribadi Kristus melalui kemanusiaan-Nya. “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” (Yoh 6:56). Dengan dipersatukan dengan kemanusiaan Kristus, pada saat yang sama kita juga dipersatukan dengan ke-Allahan-Nya. Tubuh kita yang fana serta dapat rusak diubah dengan dipersatukan pada sumber kehidupan. “Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh 6:56).

Dengan dipersatukan dengan Kristus melalui kuasa Roh Kudus yang tinggal dalam kita, kita ditarik pada hubungan cinta abadi antara Bapa, Putera dan Roh Kudus. Seperti Yesus adalah Putera Allah yang kekal, demikian juga kita diangkat menjadi anak-anak Allah melalui Sakramen Baptis. Melalui Sakraman Baptis dan Penguatan (Krisma), kita menjadi Bait Allah Roh Kudus, yang tinggal dalam kita. Dengan Roh Kudus tinggal dalam kita, kita dijadikan kudus oleh karunia rahmat pengudusan. Janji Injil yang utama adalah bahwa kita akan ikut ambil bagian dalam kehidupan Allah Tritunggal. Para Bapa Gereja menyebut keikutsertaan dalam kehidupan Ilahi ini sebagai “pengilahian” (theosis). Dengan demikian kita melihat bahwa Tuhan tidak hanya menganugerahkan hal-hal baik bagi kita dari tempat-Nya yang tinggi; malahan, kita diangkat masuk ke dalam inti kehidupan Tuhan, yaitu persekutuan Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dalam perayaan Ekaristi (yang berarti “ucapan syukur”) kita memuji serta memuliakan Tuhan oleh karena anugerahnya yang luar biasa agung ini.

2. Mengapa Ekaristi bukan hanya perjamuan, melainkan juga kurban?

Sementara dosa-dosa kita menyebabkan tidak mungkin bagi kita untuk ikut serta dalam kehidupan Ilahi, Yesus Kristus diutus untuk menghancurkan penghalang ini. Wafat-Nya adalah kurban silih bagi dosa-dosa kita. Kristus adalah “Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29). Lewat wafat dan kebangkitan-Nya, Ia mengalahkan dosa dan maut serta memulihkan hubungan kita dengan Tuhan. Ekaristi merupakan kenangan akan kurban ini. Gereja berkumpul untuk mengenang serta menghadirkan kembali kurban Kristus yang kita rayakan lewat pelayanan imam dan kuasa Roh Kudus. Melalui perayaan Ekaristi, kita dipersatukan dengan kurban Kristus dan menerima rahmat berlimpah yang tak habis-habisnya.

Seperti dijelaskan dalam Surat kepada umat Ibrani, Yesus adalah Imam Besar yang senantiasa hidup untuk menjadi Pengantara bagi umat-Nya kepada Bapa. Dengan demikian, Ia jauh melebihi para imam besar lainnya yang selama berabad-abad biasa mempersembahkan kurban penebus dosa di Bait Allah di Yerusalem. Imam Besar Yesus Kristus mempersembahkan kurban yang sempurna yang adalah Diri-Nya Sendiri, bukan yang lain. “Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.” (Ibr 9:12).

Apa yang telah dilakukan Yesus merupakan sejarah bagi umat manusia, oleh karena Ia sungguh manusia dan telah masuk dalam sejarah kehidupan manusia. Tetapi, pada saat yang sama, Yesus Kristus adalah Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal; Ia adalah Putera Allah yang kekal, yang tidak terikat waktu atau pun sejarah. Apa yang dilakukan-Nya melampaui waktu, yang adalah bagian dari ciptaan. “Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, --artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, --” (Ibr 9:11). Yesus, Putera Allah yang kekal melaksanakan kurban-Nya di hadapan Bapa-Nya, yang hidup dalam keabadian. Oleh karenanya, kurban Yesus yang satu dan sempurna itu hadir abadi di hadapan Bapa, yang menerimanya secara abadi pula. Artinya, bahwa dalam Ekaristi, Yesus tidak mengurbankan Diri-Nya berulang-ulang kali. Melainkan, dengan kuasa Roh Kudus, kurban-Nya yang satu dan abadi itu dihadirkan kembali, bukan diulang kembali, agar kita dapat ikut ambil bagian di dalamnya.

Kristus tidak harus meninggalkan kediaman-Nya di surga agar dapat bersama kita. Melainkan, kita ambil bagian dalam liturgi surgawi di mana Kristus secara abadi menjadi Pengantara bagi kita dan mempersembahkan kurban-Nya kepada Bapa, dan di mana para malaikat dan para kudus tak henti-hentinya memuliakan Allah serta mengucap syukur atas segala rahmat-Nya: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (Why 5:13). Seperti dinyatakan dalam Katekismus Gereja Katolik, “Oleh perayaan Ekaristi kita sudah menyatukan diri sekarang ini dengan liturgi surgawi dan mengenyam lebih dahulu kehidupan abadi, di mana Allah akan menjadi semua untuk semua.” (Katekismus no. 1326). Seruan Sanctus, “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN ….,” adalah nyanyian para malaikat yang berada di hadirat Allah (Yes 6:3). Ketika dalam perayaan Ekaristi kita menyerukan Kudus, kita menggemakan di bumi nyanyian para malaikat sementara mereka memuji Tuhan di surga. Dalam Perayaan Ekaristi, kita tidak hanya sekedar mengenang suatu peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Melainkan, melalui kekuatan misterius Roh Kudus dalam perayaan Ekaristi, Misteri Paskah Kristus dihadirkan kembali secara serentak kepada Gereja, Mempelai-Nya.

Terlebih lagi, dalam Ekaristi dalam menghadirkan kembali kurban Kristus yang abadi di hadapan Bapa, kita bukan sekedar menjadi penonton. Imam dan himpunan umat yang bersembah sujud, dengan cara yang berbeda ikut ambil bagian secara aktif dalam kurban Ekaristi. Imam yang telah ditahbiskan berdiri di altar sebagai wakil Kristus yang adalah Kepala Gereja. Semua umat beriman yang telah dibaptis, adalah anggota Tubuh Kristus, yang ambil bagian dalam imamat-Nya, sebagai imam sekaligus kurban. Ekaristi adalah juga kurban Gereja. Gereja, yang adalah Tubuh dan Mempelai Kristus, ambil bagian dalam mempersembahan kurban Kepala dan Mempelai-nya. Dalam Ekaristi, kurban Kristus juga menjadi kurban anggota-anggota Tubuh-Nya yang dipersatukan dengan Kristus sehingga mendapat satu nilai baru (bdk Katekismus no. 1368). Sementara kurban Kristus dihadirkan kembali secara sakramental, bersatu dalam Kristus, kita mempersembahkan diri kita sebagai suatu kurban kepada Bapa. “Seluruh Gereja menjalankan peran sebagai imam dan kurban bersama dengan Kristus, mempersembahkan Kurban Misa dan dirinya sendiri sepenuhnya yang dipersembahkan di dalamnya.” (Mysterium Fidei, no. 31; bdk Lumen Gentium, no. 11).

3. Ketika roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, mengapa roti dan anggur tersebut masih mempunyai rupa dan rasa seperti roti dan anggur?

Dalam perayaan Ekaristi, Kristus yang mulia hadir dalam rupa roti dan anggur dengan suatu cara yang unik, suatu cara yang secara unik cocok bagi Ekaristi. Dalam bahasa teologi tradisional Gereja, pada saat konsekrasi dalam Ekaristi, “substansi” roti dan anggur diubah oleh kuasa Roh Kudus menjadi “substansi” Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Pada saat yang sama, “wujud” atau rupa roti dan anggur tetap sama. “Substansi” dan “wujud” di sini digunakan sebagai istilah filsafat yang telah disesuaikan oleh para ahli teologi besar abad pertengahan seperti St. Thomas Aquinas dalam upaya mereka untuk memahami serta menjelaskan iman. Istilah tersebut digunakan untuk menyampaikan kenyataan bahwa apa yang tampak sebagai roti dan anggur dalam segala hal (pada tingkat “wujud” atau tampilan fisik - yaitu: apa yang dapat dilihat, diraba, dirasa atau pun ditimbang) sesungguhnya sekarang telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus (pada tingkat “substansi” atau kenyataan yang sesungguhnya). Perubahan pada tingkat substansi dari roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus disebut sebagai “transsubstansiasi” (perubahan hakiki). Menurut iman Katolik, kita dapat menyebutnya sebagai Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi oleh karena transsubstansiasi telah terjadi (bdk Katekismus no. 1376).

Inilah misteri terbesar iman kita - kita hanya dapat mengetahuinya melalui ajaran Kristus yang disampaikan kepada kita dalam Kitab Suci dan dalam Tradisi Gereja. Setiap perubahan lain yang terjadi di dunia mengakibatkan terjadinya perubahan wujud atau karakteristik. Kadang kala, wujud berubah sementara substansinya tetap sama. Sebagai contoh, ketika seorang anak menjadi dewasa, karakteristik manusianya berubah dalam banyak hal, namun demikian manusia dewasa itu tetap manusia yang sama - substansi yang sama. Pada perubahan lain, kedua-duanya, baik substansi maupun wujudnya berubah. Sebagai contoh, ketika seorang makan sebuah apel, apel yang masuk ke dalam tubuh orang itu diubah menjadi tubuh orang itu. Ketika perubahan substansi itu terjadi, wujud atau karakteristik apel tidak ada lagi. Sementara apel diubah menjadi tubuh orang itu, yang ada sekarang hanyalah wujud atau karakteristik tubuh orang tersebut. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi adalah unik dalam hal, meskipun roti dan anggur yang telah dikonsekrir adalah sungguh substansi Tubuh dan Darah Kristus, roti dan anggur tersebut tidak memiliki sedikitpun wujud atau karakteristik tubuh manusia, melainkan tetap wujud dan karakteristik roti dan anggur.

4. Apakah roti sudah bukan lagi roti dan anggur sudah bukan lagi anggur?

Ya. Agar keseluruhan Kristus dihadirkan - tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan-Nya - roti dan anggur tidak lagi dapat tetap tinggal, melainkan harus dilepaskan agar Tubuh dan Darah-Nya yang mulia dapat hadir. Dengan demikian, dalam Ekaristi substansi roti sudah bukan lagi roti melainkan Tubuh Kristus, sementara substansi anggur sudah bukan lagi anggur melainkan Darah Kristus. Seperti dicermati oleh St. Thomas Aquinas bahwa Kristus tidak mengatakan, “Roti ini adalah Tubuh-Ku,” melainkan “Inilah Tubuh-Ku” (Summa Theologiae, III q. 78, a. 5).

5. Apakah pantas bahwa Tubuh dan Darah Kristus dihadirkan dalam Ekaristi dalam rupa roti dan anggur?

Ya, sebab kehadiran-Nya dengan cara demikian cocok secara sempurna dengan perayaan sakramental Ekaristi. Yesus Kristus memberikan Diri-Nya Sendiri kepada kita dalam bentuk yang menggunakan lambang-lambang yang lazim dalam hal makan roti dan minum anggur. Lagipula, dengan hadir dalam rupa roti dan anggur, Kristus memberikan Diri-Nya kepada kita dalam bentuk yang sesuai bagi manusia dalam hal makan dan minum. Juga, kehadiran-Nya dalam bentuk demikian sesuai dengan nilai iman, sebab kehadiran Tubuh dan Darah Kristus tidak dapat dilihat atau pun ditangkap dengan cara lain selain dari iman. Oleh sebab itu, St. Bonaventura menegaskan: “Tidak ada masalah mengenai kehadiran Kristus dalam sakramen dalam suatu lambang; masalah terbesarnya adalah kenyataan bahwa Ia sungguh hadir dalam sakramen, sama seperti Ia sungguh hadir di surga. Dan karenanya, mempercayai kebenaran ini patut dipuji secara istimewa” (In IV Sent., dist. X, P. I, art. un., qu. I). Dalam kuasa Tuhan yang menyatakan Diri-Nya kepada kita, dengan iman kita mempercayai apa yang tidak dapat ditangkap oleh indera manusia (bdk Katekismus no. 1381).

6. Apakah roti dan anggur yang telah dikonsekrir “hanyalah sekedar lambang”?

Dalam bahasa sehari-hari, kita menyebut “lambang” sebagai sesuatu yang menunjuk sesuatu yang lain yang lebih tinggi, seringkali menunjuk beberapa fakta sekaligus. Roti dan anggur yang telah dikonsekrir menjadi Tubuh dan Darah Kristus bukan sekedar lambang belaka, karena roti dan anggur sungguh telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Seperti yang ditulis oleh St. Yohanes dari Damaskus: “Roti dan anggur bukan melambangkan Tubuh dan Darah Kristus - Sama sekali tidak! - melainkan sungguh Tubuh Kristus yang Kudus, oleh sebab Kristus Sendiri mengatakan: 'Inilah Tubuh-Ku'; dan bukannya 'Ini melambangkan Tubuh-Ku' melainkan 'Tubuh-Ku,' dan bukan 'melambangkan Darah-Ku' melainkan 'Darah-Ku'” (The Orthodox Faith, IV [PG 94, 1148-49]).

Namun demikian, pada saat yang sama, amatlah penting untuk memahami bahwa Tubuh dan Darah Kristus ada di tengah kita dalam Ekaristi secara sakramental. Dengan kata lain, Kristus hadir dalam rupa roti dan anggur, bukan dalam wujud-Nya yang sebenarnya. Kita tidak dapat mengandaikan dapat memahami segala alasan dibalik karya Allah. Tetapi, Tuhan mempergunakan lambang-lambang yang sesuai dengan makan roti dan minum anggur pada tingkat yang lazim untuk menerangkan arti akan apa yang telah dipenuhi dalam Ekaristi melalui Yesus Kristus.

Ada berbagai macam cara di mana lambang makan roti dan minum anggur mengungkapkan makna Ekaristi. Sebagai contoh, seperti makanan jasmani memberikan makanan bagi tubuh, demikian juga makanan ekaristi memberikan makanan rohani. Di samping itu, hal makan bersama membangkitkan rasa kebersamaan di antara orang-orang yang ambil bagian di dalamnya; dalam Ekaristi, Anak-anak Allah makan bersama dalam perjamuan yang menghantar mereka ke dalam persekutuan, bukan hanya di antara sesama mereka, tetapi juga dengan Bapa, Putera dan Roh Kudus. Demikianlah, seperti dikatakan St. Paulus, roti yang satu, yang dibagikan di antara banyak orang dalam perjamuan Ekaristi, merupakan tanda persekutuan di antara mereka yang telah dipanggil oleh Roh Kudus sebagai satu tubuh, yaitu Tubuh Kristus (1Kor 10:17). Contoh lain, biji-biji gandum dan buah-buah anggur harus dipanen dan melalui suatu proses penggilingan atau pemerasan sebelum mereka dilebur menjadi satu dalam roti dan anggur. Oleh sebab itu, roti dan anggur menunjukkan, baik persekutuan di antara mereka yang ikut ambil bagian dalam Tubuh Kristus maupun penderitaan yang dialami Kristus, penderitaan yang harus pula dipikul oleh para pengikut-Nya. Masih banyak lagi yang dapat dikatakan tentang bermacam cara bagaimana makan roti dan minum anggur melambangkan apa yang Tuhan lakukan bagi kita melalui Kristus, sebab lambang-lambang mengandung banyak arti dan konotasi.

7. Apakah roti dan anggur yang telah dikonsekrasikan sudah bukan lagi Tubuh dan Darah Kristus ketika perayaan Misa berakhir?

Tidak. Selama Perayaan Ekaristi, roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, dan akan tetap demikian. Tubuh dan Darah tidak akan kembali menjadi roti dan anggur, sebab mereka memang sudah bukan lagi roti dan anggur. Sebab itu, tidak ada alasan untuk kembali pada keadaan “normal” mereka setelah perayaan Misa berakhir. Sekali substansi telah sungguh berubah, kehadiran Tubuh dan Darah Kristus terus “berlangsung selama rupa Ekaristi ada” (Katekismus no. 1377). Terhadap mereka yang bersikukuh bahwa roti yang telah dikonsekrir dalam Ekaristi tidak lagi memiliki kuasa pengudusan apabila disisakan hingga hari berikutnya, St. Sirilus dari Alexandria menjawab, “Kristus tidak berubah, demikian juga Tubuh-Nya yang kudus tidak berubah, kuasa konsekrasi dan rahmat-Nya yang memberi hidup tetap abadi di dalamnya.” (Surat 83, kepada Calosyrius, Uskup Arsinoe [PG 76, 1076]). Gereja mengajarkan bahwa Kristus tetap hadir dalam rupa roti dan anggur selama rupa roti dan anggur tetap (Katekismus no. 1377).

8. Mengapa sebagian hosti yang telah dikonsekrir disimpan setelah perayaan Misa berakhir?

Meskipun mungkin untuk menyantap semua roti yang telah dikonsekrir dalam perayaan Misa, sebagian biasanya disimpan dalam tabernakel. Tubuh Kristus dalam rupa roti yang disimpan atau “dicadangkan” setelah perayaan Misa berkahir, biasanya disebut sebagai “Sakramen Mahakudus.” Ada beberapa alasan pastoral mengenai penyimpanan Sakramen Mahakudus. Pertama-tama, Sakramen Mahakudus digunakan untuk pelayanan kepada mereka yang menghadapi ajal (Viaticum), sakit, dan mereka yang, oleh karena alasan tertentu yang dapat diterima Gereja, tidak dapat hadir dalam Perayaan Ekaristi. Kedua, Tubuh Kristus dalam rupa roti disembah pada saat ditahtakan, seperti dalam Adorasi Sakramen Mahakudus, yaitu ketika Sakramen Mahakudus diarak dalam suatu prosesi Ekaristi, atau ketika ditempatkan dalam tabernakel, di mana umat dapat berdoa secara pribadi. Devosi-devosi seperti di atas berdasarkan pada kenyataan bahwa Kristus Sendiri hadir dalam rupa roti. Banyak orang kudus terkenal dalam Gereja Katolik, seperti St. Yohanes Neumann, St. Elizabeth Ann Seton, St. Katharina Drexel, dan Beato Damianus dari Molokai, mempraktekkan devosi pribadi yang mendalam kepada Kristus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus.

9. Bagaimanakah sikap hormat yang layak bagi Tubuh dan Darah Kristus?

Tubuh dan Darah Kristus yang hadir dalam rupa roti dan anggur diperlakukan dengan sangat hormat, baik selama maupun sesudah Perayaan Ekaristi (bdk. Mysterium Fidei, no. 56-61). Sebagai contoh, “Tabernakel, di mana disimpan Ekaristi mahakudus, hendaknya terletak pada suatu bagian gereja atau ruang ibadat yang utama, tampak, dihias pantas, layak untuk doa” (Kitab Hukum Kanonik, Kan. 938 - §2). Menurut tradisi Gereja Latin, umat harus genuflect (berlutut dengan satu kaki) di depan tabernakel di mana disimpan Sakramen Mahakudus. Di Gereja-gereja Katolik Timur, menurut tradisi, umat membuat tanda salib dan membungkuk dengan hormat. Gerakan-gerakan liturgi dari kedua tradisi, baik Gereja Timur maupun Barat, mengungkapkan sikap hormat serta sembah sujud. Sudah sepantasnya bagi umat untuk saling bertegur sapa di halaman gereja, tetapi tidaklah pantas berbicara keras atau ribut dalam Gereja oleh karena kehadiran Kristus dalam tabernakel. Juga, Gereja mewajibkan semua orang untuk berpuasa sebelum menerima Tubuh dan Darah Kristus sebagai ungkapan rasa hormat dan permenungan (kecuali jika tidak diperbolehkan karena menderita suatu penyakit tertentu). Dalam Gereja Latin, umat wajib berpuasa sekurang-kurangnya satu jam; jemaat Gereja-gereja Katolik Timur juga harus mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan gereja mereka.

10. Jika seseorang tanpa mengimani makan dan minum roti dan anggur yang telah dikonsekrir, apakah ia juga menerima Tubuh dan darah Kristus?

Jika “menerima” diartikan “menyantap”, maka jawabannya adalah ya, sebab yang disantapnya adalah Tubuh dan Darah Kristus. Jika “menerima” diartikan “menerima Tubuh dan Darah Kristus dengan sadar dan rela, guna memperoleh manfaat rohani,” maka jawabannya adalah tidak. Kurangnya iman dari pihak orang yang menyantap dan meminum Tubuh dan Darah Kristus tidak dapat mengubah kenyataan bahwa roti dan anggur itu adalah Tubuh dan Darah Kristus, namun demikian kurangnya iman menghalangi yang bersangkutan menerima manfaat rohani, yaitu persatuan dengan Kristus. Menerima Tubuh dan Darah Kristus secara demikian adalah sia-sia, jika dilakukan dengan tahu dan sadar, akan mengakibatkan dosa sakrilegi (1Kor 11:29). Menerima Sakramen Mahakudus bukanlah obat otomatis. Jika kita tidak menghendaki persatuan dengan Kristus, Tuhan tidak hendak memaksakannya kepada kita. Kita harus dengan iman menerima tawaran Tuhan untuk bersatu dengan Kristus dan dengan Roh Kudus, serta bekerja sama dengan rahmat Tuhan agar hati serta pikiran kita diubah dan iman serta cinta kita kepada Tuhan ditambah.

11. Jika seorang beriman tahu dan sadar bahwa ia telah melakukan dosa berat, tetapi tetap makan dan minum roti dan anggur yang telah dikonsekrir, apakah ia tetap menerima Tubuh dan Darah Kristus?

Ya. Tingkah laku atau karakter orang tersebut tidak dapat mengubah kenyataan akan roti dan anggur yang telah dikonsekrir sebagai Tubuh dan Darah Kristus. Dengan demikian, pertanyaan di atas terutama bukan tentang Kehadiran Nyata, tetapi tentang bagaimana dosa mempengaruhi hubungan seseorang dengan Tuhan. Sebelum maju untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus dalam Komuni Kudus, kita harus mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan dan dengan Tubuh Mistik-Nya, Gereja - yaitu, dalam keadaan rahmat, bebas dari segala dosa berat. Sementara dosa merusak, dan bahkan dapat memutuskan hubungan tersebut, Sakramen Tobat dapat memulihkan hubungan itu kembali. St. Paulus mengatakan kepada kita bahwa “barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.” (1Kor 11:27-28). Siapa saja yang sadar telah melakukan suatu dosa berat, harus terlebih dahulu memulihkan hubungannya dengan Tuhan melalui Sakramen Tobat sebelum menerima Tubuh dan Darah Kristus, kecuali jika ada suatu alasan yang sangat kuat untuk melakukannya sementara tidak ada kesempatan untuk mengaku dosa. Dalam hal demikian, yang bersangkutan harus sadar akan kewajiban untuk melakukan tobat sempurna, yaitu penyesalan yang “berasal dari cinta kepada Allah, yang dicintai di atas segala sesuatu” (Katekismus no. 1452). Tobat sempurna harus disertai niat yang teguh untuk sesegera mungkin melakukan pengakuan sakramental.

12. Apakah kita menerima seluruh Kristus apabila kita menerima Komuni Kudus dalam satu rupa saja?

Apakah kita menerima seluruh Kristus apabila kita menerima Komuni Kudus dalam satu rupa saja? Ya. Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita, hadir seluruhnya dalam rupa baik roti maupun anggur dalam Ekaristi. Lagipula, Kristus hadir seluruhnya dalam serpihan terkecil Hosti yang telah dikonsekrir ataupun dalam tetesan terkecil Darah-Nya yang Mahamulia. Namun demikian, adalah lebih sempurna jika menerima Kristus dalam dua rupa dalam perayaan Ekaristi. Menerima Komuni Kudus dengan cara demikian menjadikan Ekaristi tampak lebih sempurna sebagai suatu perjamuan, suatu perjamuan yang adalah mencicipi perjamuan yang kelak akan dirayakan bersama Kristus pada akhir jaman yaitu ketika Kerajaan Allah telah dinyatakan dalam kepenuhannya (bdk Eucharisticum Mysterium, no. 32).

13. Apakah Kristus hadir selama Perayaan Ekaristi dengan cara-cara yang lain di samping kehadiran-Nya yang nyata dalam Sakramen Mahakudus?

Ya. Kristus hadir selama Perayaan Ekaristi dalam berbagai macam cara. Ia hadir dalam diri imam yang mempersembahkan kurban Misa. Menurut Konstitusi tentang Liturgi Kudus dalam Konsili Vatikan II, Kristus hadir dalam Sabda-Nya “sebab Ia Sendiri-lah yang berbicara ketika Kitab Suci dibacakan di Gereja.” Kristus juga hadir dalam persekutuan umat sementara mereka berdoa dan mengidungkan pujian, “oleh sebab Ia telah berjanji 'di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.' (Mat 18:20)(Sacrosanctum Concilium, no. 7). Lagipula, Kristus juga hadir dalam sakramen-sakramen lainnya; misalnya, “ketika seseorang membaptis, sungguh Kristus Sendiri-lah yang membaptis” (ibid.).

Kita membicarakan kehadiran Kristus dalam rupa roti dan anggur sebagai “nyata” guna mempertegas sifat khas kehadiran-Nya. Apa yang tampak sebagai roti dan anggur dalam substansi yang sesungguhnya adalah Tubuh dan Darah Kristus. Seluruh Kristus hadir, Tuhan dan manusia, Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an. Sementara kehadiran Kristus dalam berbagai cara lain selama perayaan Ekaristi tidaklah nyata, kehadiran-Nya dalam Ekaristi melebihi kehadiran-Nya dalam cara-cara yang lain itu. “Kehadiran-Nya ini disebut 'nyata' bukan berarti bahwa kehadiran-Nya dalam bentuk lain tidak 'nyata', melainkan secara komparatif ia diutamakan, karena ia bersifat substansial; karena di dalamnya hadirlah Kristus yang utuh, Allah dan manusia." (Mysterium Fidei, no. 39).

14. Mengapa kita mengatakan “Tubuh Kristus” memiliki lebih dari satu arti?

Pertama, Tubuh Kristus menunjuk pada tubuh manusiawi Yesus Kristus, yang adalah Sabda Allah yang menjadi manusia. Dalam Perayaan Ekaristi, roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Sebagai manusia, Yesus Kristus memiliki tubuh manusiawi, tubuh yang bangkit dan dimuliakan, yang dalam Ekaristi ditawarkan kepada kita dalam rupa roti dan anggur.

Kedua, seperti yang diajarkan St. Paulus dalam surat-suratnya, dengan menggunakan analogi tubuh manusia, Gereja adalah Tubuh Kristus, di mana para anggotanya dipersatukan dengan Kristus sebagai Kepala (1 Kor 10:16-17, 12:12-31; Rom 12:4-8). Kenyataan ini seringkali disebut sebagai Tubuh Mistik Kristus. Mereka semua yang dipersatukan dengan Kristus, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, dipersatukan sebagai satu Tubuh dalam Kristus. Persekutuan ini bukanlah persekutuan yang dapat dilihat dengan mata manusia, oleh sebab persekututan mistik ini merupakan karya kuasa Roh Kudus.

Tubuh Mistik Kristus dan Tubuh Kristus dalam Ekaristi tak dapat dipisahkan. Dengan Sakramen Baptis kita masuk dalam Tubuh Mistik Kristus, yaitu Gereja, dan dengan menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi, kita diperkokoh dan dibangun dalam Tubuh Mistik Kristus. Pusat kehidupan Gereja adalah Perayaan Ekaristi; umat beriman sebagai pribadi ditopang sebagai anggota Gereja, anggota Tubuh Mistik Kristus, dengan menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi. Bermain kata dengan kedua arti “Tubuh Kristus” ini, St. Agustinus mengatakan kepada mereka yang hendak menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi: “Jadilah apa yang kamu lihat, dan terimalah dirimu" (Khotbah 272). Dalam khotbahnya yang lain ia mengatakan, “Jika kamu menerima dengan pantas, kamu adalah apa yang kamu terima.” (Khotbah 227).

Karya Roh Kudus dalam Perayaan Ekaristi adalah dua kali lipat dalam hubungannya dengan arti ganda “Tubuh Kristus.” Di satu pihak, melalui kuasa Roh Kudus-lah Kristus yang bangkit dan persembahan kurban-Nya dihadirkan. Dalam Doa Syukur Agung, imam memohon kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus turun atas persembahan roti dan anggur agar mengubahnya menjadi Tubuh dan Darah Kristus (doa yang dikenal sebagai epiklese). Di lain pihak, pada saat yang sama, imam juga memohon kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus turun atas seluruh umat sehingga “mereka yang ambil bagian dalam Ekaristi menjadi satu tubuh dan satu roh” (Katekismus no. 1353). Melalui Roh Kudus-lah rahmat Tubuh Kristus Ekaristi dicurahkan atas kita dan melalui Roh Kudus pula kita dipersatukan dengan Kristus dan dipersatukan satu sama lainnya sebagai Tubuh Mistik Kristus.

Dengan demikian kita dapat melihat bahwa Perayaan Ekaristi tidak saja mempersatukan kita dengan Tuhan sebagai pribadi-pribadi yang terpisah satu sama lainnya. Melainkan, kita dipersatukan dengan Kristus dan dengan segenap anggota Tubuh Mistik-Nya. Dengan demikian, Perayaan Ekaristi haruslah menambah cinta kita kepada sesama serta mengingatkan kita akan tanggung jawab kita satu sama lain. Terlebih lagi, sebagai anggota Tubuh Mistik-Nya, kita mempunyai kewajiban untuk menghadirkan Kristus dan membawa Kristus ke dalam dunia. Kita mempunyai tanggung jawab untuk membagikan Kabar Gembira Kristus, tidak hanya melalui kata-kata kita, melainkan juga melalui penghayatan iman kita dalam hidup sehari-hari. Kita juga mempunyai tanggung jawab untuk melawan segala kekuatan dunia yang menentang Injil, termasuk segala bentuk ketidakadilan. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan kepada kita: “Ekaristi mewajibkan kita terhadap kaum miskin. Supaya dengan ketulusan hati menerima tubuh dan darah Kristus yang diserahkan untuk kita, kita juga harus mengakui Kristus di dalam orang-orang termiskin, saudara-saudara-Nya.” (no. 1397).

15. Mengapa kita menyebut kehadiran Kristus dalam Ekaristi sebagai suatu “misteri”?

Kata “misteri” pada umumnya digunakan untuk menunjuk pada sesuatu yang melampaui pengertian akal budi manusia. Namun demikian, dalam Kitab Suci, “misteri” memiliki arti yang lebih mendalam dan lebih istimewa, oleh sebab kata tersebut menunjuk pada aspek rencana karya keselamatan Tuhan bagi manusia, yang telah dimulai tetapi hanya akan berakhir pada akhir jaman. Dalam jaman Israel kuno, melalui Roh Kudus, Tuhan menyingkapkan kepada para nabi sebagian dari rahasia atas apa yang akan Ia lakukan bagi keselamatan umat-Nya. Demikian juga, melalui pewartaan dan ajaran Yesus, misteri “Kerajaan Allah” disingkapkan kepada para murid-Nya (Mrk 4:11-12). St. Paulus menjelaskan bahwa misteri Allah melampaui pengertian manusiawi kita atau bahkan tampak sebagai kebodohan, tetapi artinya akan dinyatakan kepada Umat Allah melalui Yesus Kristus dan Roh Kudus (bdk 1 Kor 1:18-25, 2:6-10; Rom 16:25-27; Why 10:7).

Ekaristi merupakan suatu misteri karena Ekaristi ambil bagian dalam misteri Yesus Kristus dan karya keselamatan Allah bagi manusia melalui Kristus. Kita tidak perlu heran apabila ada bagian-bagian Ekaristi yang tidak mudah dipahami, sebab rencana Tuhan bagi dunia telah berulang kali melampaui dugaan serta pengertian manusia (bdk Yoh 6:60-66). Sebagai contoh, bahkan para murid pada mulanya tidak mengerti mengapa Mesias harus dijatuhi hukuman mati dan kemudian bangkit dari antara orang mati (bdk Mrk 8:31-33, 9:31-32, 10:32-34; Mat 16:21-23, 17:22-23, 20:17-19; Luk 9:22, 9:43-45, 18:31-34). Lagipula, setiap kali kita berbicara tentang Tuhan, kita perlu ingat bahwa konsep-konsep manusiawi kita tidak akan pernah mampu memahami Tuhan sepenuhnya. Kita tidak boleh membatasi Tuhan sebatas pengertian kita, melainkan membiarkan pengertian kita yang diperluas di luar batas-batas normalnya oleh pernyataan Tuhan.

Kesimpulan

Dengan Kehadiran Nyata-Nya dalam Ekaristi, Kristus memenuhi janji-Nya untuk “menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:20). Seperti ditulis St. Thomas Aquinas, “Adalah hukum persahabatan bahwa seorang sahabat harus hidup berdampingan … Kristus tidak meninggalkan kita sendiri tanpa kehadiran jasmaninya dalam ziarah kita ini, tetapi Ia mempersatukan kita ke dalam Diri-Nya Sendiri dalam sakramen ini dalam rupa Tubuh dan Darah-Nya” (Summa Theologiae, III q. 75, a. 1). Dengan rahmat kehadiran Kristus di antara kita, Gereja sungguh terberkati. Seperti yang dikatakan Yesus kepada para murid-Nya, perihal kehadiran-Nya di antara mereka, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.” (Mat 13:17). Dalam Ekaristi, Gereja sekaligus menerima karunia Yesus Kristus dan mengucap syukur kepada Tuhan atas rahmat yang luar biasa itu. Ucapan syukur ini adalah satu-satunya tanggapan yang layak, oleh sebab melalui karunia Diri-Nya Sendiri dalam Perayaan Ekaristi dalam rupa anggur dan roti, Kristus menganugerahkan kepada kita karunia kehidupan kekal.

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.... Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh 6:53-57

Newer Posts Older Posts Home