Thursday, July 10, 2008

Anak Itu Suda Mati....


"Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku." (2 Samuel 12:22-23)


Sebagai seorang Raja besar yang memiliki kuasa dan harta di bumi, Daud tidak lepas dari penderitaan sebagaimana manusia biasa lainnya. Dari Kisah Daud dalam 2 Samuel 12:15-23, Alkitab memberi kita salah satu pengertian yang paling mendalam mengenai arti sebenarnya dari kematian. Barangkali ada yang memandang bahwa kematian anak ini merupakan hukuman Allah atas dosa yang dilakukan Daud. Tetapi tentu saja kasus yang pernah dilakukan Daud ini tidak dapat kita terapkan kepada semua orang, dan untuk dapat menghakimi bahwa pasangan yang memiliki anak yang mati itu merupakan hukuman Allah terhadap dosa orang-tuanya. Karena dalam peristiwa lain, kita dapat telah melihat apa yang terjadi pada Ayub yang saleh, toh juga menghadapi kematian anak-anaknya. Karena kematian jasmani ini adalah konsekwensi/ akibat dari dosa yang dilakukan manusia sejak Adam dan Hawa. Dan jenis kematian ini akan melanda semua orang yang pernah hidup di bumi, Alkitab hanya mencatat 2 orang saja yang diangkat langsung tanpa kematian yaitu Henokh dan Elia.

Dan oleh karya Kristus yang sudah nyata dan yang dicatat dengan seksama dalam Alkitab kita, kita diajar oleh Allah kepada suatu pengertian bahwa, meski manusia tetap mengalami kematian di bumi ini, dengan iman kepada Kristus akan memperoleh kehidupan kekal (dijelaskan di Artikel : Apa Sih Artinya Mati?). Namun, terlepas dari penyataan ilahi ini, kita sebagai manusia yang berdaging dan berperasaan ini, masih menganggap kematian sebagai suatu ancaman menakutkan, suatu kutukan mengerikan, suatu hukuman final. Mengingat fakta bahwa kematian - yaitu kematian fisik di mana nyawa terpisah dari tubuh - berarti berakhirnya semua kesempatan untuk mengenal Allah dan memuliakan-Nya dengan satu kehidupan yang saleh, ada sesuatu yang sangat serius dan mengagumkan tentang kematian. Akan tetapi Firman Allah memberi tahu kita dengan sangat jelas bahwa tidak peduli bagaimana pengamatan manusia melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang mengerikan, kematian fisik bukan akhir bagi seseorang. Orang itu melanjutkan langsung pada fase kekekalan dari kariernya, entah itu di surga atau di neraka - di mana saja yang telah dipilihnya sewaktu dia hidup di bumi.

Tetapi karena Allah telah datang ke bumi, yaitu Tuhan Yesus Kristus, Ia menawarkan kehidupan kekal bagi manusia, dan memberikan jaminan-Nya yang layak dipercaya oleh semua orang beriman. Ia berkata dengan jelas bahwa "setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya" (Yohanes 11:26). Melalui penghayatan ayat ini, kematian bagi umat yang percaya mengandung makna yang sama sekali baru, yang sama sekali berbeda dengan keyakinan lain yang tidak jelas apakah ia akan masuk surga atau neraka. Tetapi dengan iman kepada Kristus, kita mendapat jaminan kehidupan yang kekal bersama-sama Dia di rumah Bapa (Yohanes 14:1-6).

Kematian kekal/ hukuman kekal akibat dosa telah Yesus Kristus gantikan. Karena melalui kematianNyalah yakni mati menggantikan orang berdosa di kayu salib - Juruselamat kita "oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa" (2 Timotius 1:10). Maut telah kehilangan sengatnya dan telah ditelan dalam kemenangan Kristus yang sudah bangkit dari kematian (1 Korintus 15:54-56). Lebih jauh Alkitab dengan sangat indah berkata "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan ... mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka" (Wahyu 14:13).

Belum lama ini, saya menghadiri upacara penghiburan atas kematian anak yang menderita penyakit langka yang belum ada obatnya. Setelah penderitaan yang sekian lama menimpa anak itu dan juga membebani keluarganya, akhirnya anak itu meninggal. Orang-tua, sahabat dan teman-teman, sanak-saudara merasa kehilangan dan turut berduka. Meski secara akal-budi kita dapat melihat dan menerima bahwa ada sisi baik dari keadaan ini, dimana anak itu sudah dibebaskan dari suatu penderitaan yang berkepanjangan. Namun demikian rasa kehilangan dari orang-orang sekitar tetap ada, karena orang-orang ini begitu mengasihi anak ini. Sehingga kita perlu sedikit-demi sedikit memahami dan menerima keputusan Allah yang telah memanggil anak itu. Dalam hal anak-anak yang mati ketika masih bayi atau kanak-kanak, bisa jadi mereka justru terbebas dari kehidupan yang penuh bencana, kesedihan, dan penderitaan sebab mereka langsung meninggalkan dunia ini.

"Terlalu sederhana", demikian pandangan beberapa theolog untuk menganggap bahwa semua anak yang meninggal ketika masih bayi/kanak-kanak dijamin mendapat tempat di surga, seolah-olah mereka menerima karya penebusan di kayu salib tanpa mereka memberikan respons iman apa pun dan belum menerima baptisan. Doktrin seperti itu bisa berbahaya, karena akan sangat kuat mendorong para orang-tua untuk membunuh bayi-bayi mereka sebelum anak-anak itu mencapai umur yang dianggap cukup untuk bisa dimintai tanggung jawab, sebagai satu-satunya cara yang pasti bagi anak-anak tersebut untuk masuk surga. Karena Alkitab mengutuk keras pembunuhan bayi (anak-anak) sebagai kekejian di hadapan Allah (Imamat 18:21; Ulangan 12:31; 2 Tawarikh 28:3; Yesaya 57:5; Yeremia 19:4-7), meskipun itu dilakukan demi agama, maka kita harus menyimpulkan bahwa ada prinsip lain lagi yang berlaku untuk keselamatan kekal anak-anak kecil selain jika mereka mati ketika masih bayi. Dengan kata lain, kemahatahuan Allah tidak hanya mengenai hal-hal yang nyata sudah terjadi, tetapi juga hal-hal yang potensial akan terjadi. Allah mengetahui sebelumnya bukan hanya tentang apapun yang dapat terjadi, tetapi juga tentang apapun yang bakal terjadi. Dalam hal bayi-bayi yang mati ketika dilahirkan atau sebelum mereka mencapai usia di mana mereka bisa dimintai tanggung jawab, Allah mengetahui respons apa yang akan mereka berikan terhadap uluran anugerah-Nya, entah penerimaan atau penolakan, entah percaya atau tidak percaya.

Namun dengan pemahaman yang melibatkan hati nurani dalam pimpinan Roh Kudus, mari kita membaca sekali lagi 2 Samuel 12:23, dimana Daud berkata "Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku menghidupkannya kembali? Aku yang akan pergi kepadanya, tapi dia tidak akan kembali kepadaku". Ayat ini menandakan bahwa Daud mengerti bahwa kematian yang sudah terjadi ini tidak dapat dielakkan. Mungkin karena alasan ini maka Daud merasa terhibur setelah mengetahui bahwa doa-doanya tidak menghasilkan apa-apa, dan bahwa Allah telah "memanggil pulang" bayi kecilnya. Daud menyerahkan anak bayinya ke dalam kasih karunia Allah dan hanya berkata, "Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku". Meski ayat tersebut tidak dapat menjadi dasar suatu kepastian bahwa anak-anak yang meninggal pasti masuk Surga dimana suatu hari nanti Daud akan menemuinya di Surga, namun kita juga perlu memandang kalimat penghiburan Tuhan Yesus Kristus sendiri yang berkata "Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga" (Matius 18:10). Perhatikan frasa "ada Malaikat mereka di Surga", yang bermakna Allah menganggap pentingnya anak-anak ini sehingga mereka memiliki malaikat yang menjagainya. Dalam bagian lain, Tuhan Yesus berkata "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga" (Matius 19:14). Sekali lagi, Tuhan Yesus memandang penting kehidupan anak-anak, bahwa meskipun masih anak-anak, mereka sudah memiliki iman yang diajarkan melalui orang-tuanya, dan oleh pendengaran dari orang-tuanya anak-anak itu telah memiliki iman. Malah dalam Matius 19:14 Tuhan Yesus secara khusus menunjuk dan memuji iman anak-anak yang tulus tanpa tanpa topeng, jujur dan sederhana.

Allah melalui kehendak dan karunianya dapat melakukan apa saja termasuk kepada bayi-bayi dan anak-anak kecil. Raja Daud dalam bagian lain menuliskan Mazmurnya, demikian : "Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam." (Mazmur 8:3). Dan ayat ini dikutip juga oleh Tuhan Yesus ketika menerima sambutan dari anak-anak kecil di Bait Allah, mereka bersorak menyambut Tuhan Yesus "Hosana bagi Anak Daud!". Kita tidak dapat meragukan kemauan anak-anak kecil itu untuk memuji Yesus dan mengecilkan maksud mereka bahwa anak-anak tersebut sudah diajari oleh orang tuanya untuk menyambut Yesus dengan cara demikian, namun dalam ayat yang ditulis pada Matius 21:12-17 ini, Tuhan Yesus justru menyatakan bahwa Allah-lah yang membuat anak-anak kecil ini memuji. Dan itulah "dasar kekuatan" yang diberikan Allah kepada anak-anak kecil yang belum akil-balik, yang belum mengerti dosa dan belum dapat memutuskan sesuatu, dapat dijadikan Allah memuji Dia oleh kehendakNya.


Image


Maka terhadap ayat-ayat ini, saya secara pribadi ingin menyampaikan penghiburan kepada Saudaraku yang sekarang masih berduka atas kematian anaknya. Baiklah kita menyerahkan semuanya kepada belas-kasihan Allah, bahwa Allah telah meletakkan dasar kepada anak yang telah mati itu suatu kekuatan melawan musuh terbesar manusia, yaitu kematian kekal. Bahwa Allah dengan karuniaNya dan dengan kasihNya dan keadilanNya telah menempatkan anak ini di Pangkuan Abraham (Lukas 16:22), sebagaimana Lazarus yang telah menerita di dunia akhirnya mendapat peristirahatan yang kekal bersama Abraham, bapa orang-orang percaya di Firdaus. Kisah yang dicatat dalam 2 Samuel 12 ini memberikan kita suatu teladan, dimana Daud sangat yakin bahwa kehendak Allah adalah sempurna, meskipun dalam keadaan hati terkoyak seperti ini.

Tetaplah dalam iman dan pengharapan Saudaraku, karena engkau akan menemuinya kelak di waktu dan tempat yang telah ditentukan Allah bagi kita semua.


Amin.

No comments:

Newer Post Older Post Home